BISNIS TIKET PESAWAT ONLINEBISNIS TIKET PESAWAT ONLINE
Direkomendasikan bagi Anda yang ingin memiliki dan mengelola bisnis penjualan tiket pesawat secara online, murah, mudah, cepat, dan aman. KLIK DISINI untuk mendapatkan informasi selengkapnya.

KOLEKSI WALLPAPER FOTO PESAWAT TERBANG :


menghadapi masalah berat untuk memulai bisnis

menghadapi masalah berat untuk memulai bisnis. Info sangat penting tentang menghadapi masalah berat untuk memulai bisnis. Mengungkap fakta-fakta istimewa mengenai menghadapi masalah berat untuk memulai bisnis

Berdasarkan jawaban atas keempat pertanyaan itu, Indonesia menempati urutan teratas sebagai negara yang paling ramah wirausaha di dunia, unggul tipis dari Amerika Serikat. Jajak pendapat ini juga mendapati bahwa Indonesia paling menghargai inovasi dan kreativitas, disusul Amerika dan Cina. Jajak pendapat menemukan bahwa mayoritas orang di 23 dari 24 negara yang disurvei merasa bahwa mereka akan menghadapi masalah berat untuk memulai bisnis. Dalam hal ini, Brazil muncul sebagai negara yang paling rendah skornya. Di negara ini, 84% sepakat bahwa memulai bisnis sangat berat. Dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia, AS dan Cina, disebut sebagai negara yang paling disukai dalam hal inovasi dan kreativitas. Di kedua negara ini, 75% mengatakan negara mereka menghargai inovasi dan kreativitas. Tetapi, Indonesia lagi-lagi berada di posisi teratas dengan angka 85%. Di posisi bawah, 65% orang Turki dan 61% orang Rusia merasa inovasi dan kreativitas tidak dihargai di negara mereka. Temuan-temuan ini disimpulkan dari survei terhadap 24.537 orang dewasa di 24 negara, yang dilakukan untuk BBC World Service oleh perusahan jajak pendapat internasional GlobeScan bersama Program on International Policy Attitude (PIPA) di Universitas Maryland di Amerika Serikat. Survei dilaksanakan antara Juni sampai September 2010. Direktur GlobeScan, Doug Miller, mengatakan jawaban-jawaban responden dalam jajak pendapat ini akan mencerminkan kinerja ekonomi negara mereka masing-masing.
Kotabumi.
Lampung Utara.
Perbedaan besar dalam kultur kewirausahaan diantara negara-negara yang sedang tumbuh akan berdampak terhadap kinerja perekonomian mereka dalam rentang waktu, kata Miller. "Sebagai contoh," katanya, "sangat menarik untuk melihat apakah pikiran positif orang Indonesia akan membuat mereka lebih maju dari Brazil yang relatif merasa kurang bersemangat." Hasil-hasil jajak pendapat ini menunjukkan bahwa meskipun banyak orang mengatakan berat memulai bisnis, mayoritas (52%) merasa orang-orang yang memiliki ide bagus di negara mereka biasanya bisa mempratikkannya. Lagi-lagi Indonesia termasuk diantara yang paling positif, yaitu 79% atau hampir empat diantara lima orang merasakan seperti itu. Sebagai perbandingan, di Turki hanya 19% dan di Rusia hanya 23% yang merasa bisa mewujudkan gagasan mereka. Dalam menjawab pertanyaan apakah mereka memiliki ide untuk memulai bisnis sendiri, masyarakat di negara-negara berkembang lebih mungkin menjawab positif dibandingkan orang-orang di negara-negara maju. Soal ide memulai bisnis, lebih 70% orang di Nigeria, Kenya, Ekuador dan Ghana mengatakan mereka mempunyai gagasan sedangkan orang di Eropa (Jerman, Inggris, Italia dan Prancis) berkisar antara 29% sampai 42%. Salah satu kesulitan akibat tak diakuinya aliran kepercayaan dan agama-agama asli Indonesia sebagai agama adalah dalam dunia pendidikan. Di sekolah, para siswa siswi yang datang dari keluarga penganut ajaran kepercayaan terpaksa harus beragama lain saat berada di lingkungan sekolah. Salah satu contoh adalah Yeti Riana Rahmadani seorang siswi sekolah menengah atas di Bekasi, Jawa Barat. Yeti yang menganut Kapribaden "terpaksa" memilih agama Islam untuk mata pelajaran agama. Sejauh ini, aku Yeti, dia tak menghadapi kendala apapun. "Saya mengikuti pelajaran (agama Islam) di sekolah, tapi saya tetap kapribaden," kata Yeti. Meski mengaku tak menemukan masalah dengan pelajaran agamanya namun terkadang kawan-kawannya tak urung mempertanyakan kadar keagamaannya. "Kadang-kadang temen bilang, Yeti Islamnya KTP doang. Memangnya kamu shalat di rumah," kisah Yeti menirukan pertanyaan beberapa teman sekolahnya. Sementara itu, Hedi Purwanto mahasiswa Universitas Negeri Jakarta penganut aliran kepercayaan, juga mencantumkan Islam sebagai agamanya di dalam KTP. Masalah muncul saat Hedi kerap tidak terlihat dalam ibadah rutin umat Islam, misalnya ibadah shalat Jumat. "Teman sering menanyakan kenapa saya tidak Jumatan. Saya terkadang menjawab saya belum dapat hidayah," kata Hedi sambil tertawa. Sementara itu, seorang penganut Parmalim Mulo Sitorus mengatakan masalah tak diakuinya agama-agama asli Indonesia ini menyebabkan anak-anak Parmalim sulit mendaftarkan diri ke Perguruan Tinggi.


Powered By : Blogger